Posted on

#TahukahKamu Inilah Laporan Kerja Pendokumentasian di Warung Arsip Tahun 2020

#TahukahKamu Inilah Laporan Kerja Pendokumentasian di Warung Arsip Tahun 2020

Tahun 2020 adalah masa yang teramat sulit bagi penduduk bumi karena rundungan penyakit. Juga, tahun-tahun setelahnya. Warung Arsip merekam kliping pandemi 2020 ini, sebagaimana pandemi 1918-1920, dengan mengumpulkan seluruh koran yang bisa kami jangkau dengan sumber daya yang dipunyai.

Mengurung dalam rumah dan gerak yang sangat terbatas bukan berarti mematikan kegiatan. Justru, ini momen yang paling penting bagi Warung Arsip yang pekerjaan sehari-harinya justru lebih banyak berada dalam ruang yang terbatas, dalam kamar yang itu-itu saja, dalam garis jejak yang linear dan siklis nyaris tanpa variasi.

Kerja pendokumentasian adalah kerja yang tidak memerlukan aktivitas yang terlalu banyak di luar ruang. Apalagi, praktik pendigitalisasian. Maka, tidak heran kemudian proses pendigitalisasian majalah dan koran berlangsung sangat intensif dan sublim.

Hasil dari kerja yang sublim itu memang terlihat. Digitalisasi koran/majalah pada 2020 menghabiskan ruang penyimpanan sebesar 598 gigabyte. Bandingkan dengan tahun sebelumnya, 482 gigabyte.

Yang juga mengagetkan (mestinya tidak) adalah naiknya angka pemesanan kliping di situs web Warung Arsip. Kenaikannya sangat signifikan, yakni hampir 500 persen. Barangkali kenaikan itu disebabkan banyaknya perpustakaan tutup, sementara tugas dari para dosen tidak mau mengendur.

Angka naiknya jumlah produk kliping yang dipesan itu menggembirakan karena para pemesan secara tidak langsung turut membantu komunitas ini untuk membayar cicilan bulanan penyimpanan file di Google Suite, cicilan bulanan hosting, dan logistik sekadarnya beberapa tenaga pemindai/pengatalog yang terlibat.

Rincian kerja dan produk yang dihasilkan sepanjang 2020 adalah sebagai berikut:

A. DIGITALISASI
(Proses pemindaian bentuk)

  • 1. Koran: 22.765 eksemplar
  • 2. Majalah: 564 eksemplar
  • 3. Buku: 1084

B. KATALOGISASI
(Proses penamaan dan pengunggahan di situs web)

  • KORAN/MAJALAH/BUKU: 3410 file.

C. PESANAN KLIPING
(Produk dalam katalog yang terpesan)

KORAN/MAJALAH: naik 496 % dari tahun sebelumnya.

Untuk itu, terima kasih yang hikmat disampaikan kepada nama-nama berikut ini:

  • – Arya T. Anggara atas koleksi majalahnya yang luar biasa yang didigitalisasikan Warung Arsip.
  • – Peserta kelas magang yang kemudian terhenti di 2/3 proses berjalan. Terima kasih kepada: Abeyasa Auvry, Reynold Patabuga, Monica Pujiastuti, Muhammad Abdul Adzim, Nuriansiah Kau, dan Anjani.
  • – Empat pengatalog yang tekun yang bekerja secara bergantian maupun bersamaan: Mahardeka Hutama, Sunardi, Berryl Ilham, dan M. Raafi.

Demikian dan salam!

Posted on

#TahukahKamu Berapa Lama Mendokumentasikan Satu Eksemplar Koran

Ayo, belilah satu eksemplar koran di kios koran yang tersisa di kotamu di mana lopernya nyambi berjualan bensin eceran untuk menyambung hidup di bawah beringin. Bawalah koran itu ke rumahmu dan mulai melakukan pendokumentasian.

Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk praktik pendokumentasian koran satu eksemplar itu?

Saya membantumu menghitungnya berdasarkan pengalaman. Dengan catatan, koran yang sudah dibeli setebal 24 halaman. Ada koran yang hanya 16, ada juga 20. Namun, ada pula hingga 36.

Ada lima langkah dalam praktik pendokumentasian. Paling tidak, lima langkah ini dipraktikkan sehari-hari di warungarsip.co. Namun, di kelas magang yang digelar di Gudang Warsip, hanya sampai pada langkah ketiga. Itu pun sudah tampak melelahkan dan bikin “pucat”.

Kelima langkah itu sebagai berikut:

Langkah 1. Persiapkan alat pemindai koran. Di Gudang Warung Arsip–juga di Museum Pers Surakarta–dipakai perlengkapan paling murah yang di tahun 2012 ongkos yang diperlukan membuatnya lebih kurang Rp20.000.000,- Pemindai koran yang “profesional” harganya 100 juta lebih dan itu yang dipakai Perpustakaan nasional RI. Waktu yang dibutuhkan menyetel alat pemindai itu 2 menit.

Langkah 2. Lakukan pemindaian. Cekrek. Cekrek. Wah, ini sangat cepat. Waktu yang dihabiskan hanya 5 menit.

Langkah 3. Menata ketajaman gambar atau miring/lurusnya semua file di komputer dengan perangkat lunak penata gambar. Sebab, tangkapan kamera belum tentu terang-benderang (tajam), walaupun lampu yang dipakai sebagai penerang empat buah. Waktu yang diperlukan untuk kerja ini 7 menit.

Langkah 4. Memberi nama pada setiap kliping terpilih. Lalu, “gunting” atau croping file-file tersebut, serta lakukan konversi setiap file dari JPG ke PDF. Katakanlah, dari 24 halaman koran, terdapat 25 file “penting” untuk didokumentasikan. Nah, waktu yang dibutuhkan mengerjakan langkah ini adalah 71 menit atau 1 jam 11 menit.

Langkah 5. Saat file sudah siap, tibalah saatnya memasukkan data file-file ini ke dalam pangkalan katalog. Mengapa pangkalan? Supaya memudahkan dirimu sendiri atau orang lain mengaksesnya. Kerja memasukkan metadata dalam pangkalan katalog ini adalah 15 menit setiap file. Apa saja dikerjakan dalam 15 menit per file itu? Mengisi metadata tentang judul artikel, penulis, nama media, tanggal terbit, ukuran berkas, format produksi, kata kunci, kategori kliping, dan keterangan ringkas. Jangan lupa, siapkan juga gambar kliping dengan ukuran “secukupnya” untuk disertakan dalam katalog. Jika 1 file butuh 15 menit, kita butuh 375 menit untuk menyelesaikan kerja di langkah kelima ini.

Jadi, satu eksemplar koran setebal 24 halaman butuh waktu pendokumentasian 458 menit atau 7 jam 6 menit. Sesederhana itu hitungan waktunya.

Katakanlah kamu sudah berlangganan sebuah koran selama 4 tahun terakhir. Sebuah, sekali lagi, dan bukan beberapa koran sekaligus. Empat tahun itu berarti 1460 ekesemplar. Untuk mendokumentasikan koran sebanyak itu, waktu dibutuhkan adalah 11.144 jam. Atau, satu tahun nonstop enggak pakai alasan dan malas-malasan.

Begitulah. Saya secara pribadi kemudian insyaf saat melihat ada yang mengilokan koran-koran koleksinya, berusaha menahan diri berkomentar “idealis”: wah, kenapa dikilokan, itu ‘kan sama dengan mengilokan ingatan bangsa.

Saya juga tak kemudian rewel saat melihat perpustakaan, mulai dari nasional hingga daerah, mendokumentasikan hanya sampai sebatas menyimpan koran fisik. Atau, jika agak rajin ditambah selangkah lagi: memindainya tanpa mesti sampai melakukan empat langkah selanjutnya. Sebab, itu “tak mungkin” dikerjakan dengan ratusan ribu eksemplar koran setiap nama koran. Apalagi, dengan sumber daya yang tersedia sama sekali tak mencintai lahir-batin pekerjaan ini.

Nah, saat ada perpustakaan memilih menghancurkan koleksinya demi efisiensi ruangan, saya melihat kemungkinan lain, yakni gemetar melihat lima langkah praktik pendokumentasian seperti yang sudah saya sebutkan itu. Sebab, yang digerus oleh praktik pendokumentasian seperti ini adalah umur. Eman-eman, toh, taruhannya.

Jadi? (Muhidin M. Dahlan)

Hao Bao Daily – MEDAN – 12 Januari 2020

Daftar Koran Koleksi Warung Arsip: KORAN/MAJALAH

 

Posted on

#TahukahKamu Berapa Waktu Diperlukan Mengkliping Satu Eksemplar Majalah Setebal 36 Halaman?

Katakanlah majalah yang kita bakal kliping tebalnya 36 halaman. Berapa waktu yang diperlukan untuk mengklipingnya?

Mari melakukan simulasi.

Ambil salah satu majalah. Kali ini, yang dijadikan contoh adalah majalah hiburan Varia No.515_TH XI, 28 Februari 1968. Majalah terbitan Surabaya ini tebalnya 36 halaman. Ini koleksi Arya T. Anggara, salah satu kolektor majalah dan buku-buku lawas asal Surabaya yang mempercayakan Warung Arsip untuk melakukan pemindaian secara total dan nyah nyoh.

A. Persiapan
Menghidupkan laptop dan alat pindai ~ 3 menit

B. Pindai
– Setel alat pemindai dengan 200 DPI untuk menghasilkan gambar yang bagus ~ 1 menit
– Lakukan pemindaian ~ 18 menit

C. Edit
Mengedit hasil pindai (potong dan atur gelap/terang) butuh 12 menit.

D. Nama
Penamaan berkas kliping dan konversi dari JPG ke PDF menghabiskan waktu 31 menit untuk 17 item kliping yang terseleksi.

E. Katalog
Unggah di situsweb 17 item kliping. Mulai memberi judul, harga, keterangan detail identitas kliping, penjelasan ringkas satu paragraf, kategori besar, kategori detail (tag), hingga unggah citra sampul di katalog daring. Waktu diperlukan:

Per item: 12 menit
17 item: ~ 204 menit

Total jenderal waktu diperlukan untuk mendokumentasikan majalah setebal 36 halaman adalah 268 menit atau 4,5 jam.

Jika memiliki koleksi majalah Varia selama 10 tahun (majalah ini terbit sebulan empat kali), diperlukan waktu mendokumentasikannya selama:

480 eksemplar x 4,5 = 2.160 jam.

Katakanlah, rata-rata Anda mengkliping tanpa ada hari piknik sama sekali 8 jam sehari (sistem kantor 9-5), Anda menyelesaikan pekerjaan ini selama:

270 hari atau 9 bulan

Sekali lagi, 9 bulan lamanya hanya untuk satu nama majalah. Ingat, tidak ada hari pakansi atau piknik. Lalu, bagaimana jika Anda juga punya tumpukan majalah Tjaraka, Liberty, Jakarta Jakarta, Panji Masyarakat, Suara Masjid, Kiblat, Hai, Zaman, Mingguan Djaja, Pantjawarna, Business News, Trompet Rakyat, dan seterusnya. Hanya ketabahan Anda yang bisa menjawabnya.

Jadi, selamat melaksanakan praktik pendokumentasian dan jangan lupa berdoa agar selalu diberikan kesehatan raga dan perasaan oleh Tuhan Yang maha Esa. (Muhidin M. Dahlan)

Posted on

#TahukahKamu Inilah Laporan Kerja Digitalisasi di Warung Arsip Tahun 2019

Warung Arsip adalah warung rumahan dokumentasi dan arsip digital majalah tua dan koran-koran yang perlahan makin kehilangan pembacanya.

Dalam proses digitalisasi, Warung Arsip banyak terbantu oleh bala bantuan sukwan sukwati arsip dalam sejumlah kelas magang, baik yang dilakukan secara berkelompok maupun individual.

Dalam proses magang yang berlangsung selama 12 pekan, empat level kemampuan yang harus dicapai. Salah satunya adalah melakukan digitalisasi koran/majalah yang sudah berusia puluhan tahun.

Bahan baku majalah/koran ini sebagian besar berasal dari rak-rak besar Warung Arsip. Namun, sebagian yang lain hasil kerja sama dengan pihak lain. Pihak lain yang mempercayakan majalah tuanya kami konversi dalam bentuk digital adalah sahabat Arya T. Anggara. Dari kamar kontrakannya di Condong Catur, Sleman, kami bisa mengakses dan membawa berkardus-kardus majalan-majalah hiburan dalam rentang tahun 50-an hingga 70-an.

Izinkan kami melaporkan secara umum kerja-kerja pendokumentasian sepanjang 2019.

Arsip digital berupa koran/majalah yang sudah kami unggah di situsweb warungarsip.co berjumlah 132 edisi atau 20GB. Artinya, 100 lebih edisi itu yang sudah kami rampungkan katalognya dan bisa diakses oleh publik.

Arsip yang tertua adalah majalah anak-anak Kunang-Kunang No. 2 bertarikh 25 Februari 1949. Sementara, yang “paling baru” adalah majalah anak-anak BOBO No. 20 bertanggal 17 Agustus 2000.

Adapun majalah/koran yang sudah didigitalisasi, tetapi belum dibuatkan katalog lengkapnya berjumlah lebih kurang 76.200 file atau 1.800 edisi. Jumlah itu menghuni ruang penyimpanan sebanyak setengah tera.

Angka lebih detail sebagai berikut:

KORAN. Berjumlah 10.447 eksemplar. Koran sebanyak ini berasal dari macam-macam koran. Dari Kompas, Media Indonesia, KR, segala rupa Tribun, segala rupa Radar. Koran-koran ini merupakan hasil “fermentasi” di rak-rak besar Warung Arsip.

MAJALAH. 978 eksemplar. Majalah-majalah ini berasal dari majalah berita hingga hiburan. Dari majalah lagu ACME hingga Horison, Prisma, Melodia Ria, Paradiso, Pop Melodies, Stop, Tjaraka, Varia, dan Variasi.

Demikianlah, kerja sepanjang tahun ini bergaris lurus dengan pelaksanaan kelas-kelas magang yang sudah diselenggarakan secara intensif oleh Warung Arsip. Pada 2019 ini, kami mencatat nama-nama pemagang yang turut menyumbang ribuan eksemplar file digital yang sudah disebutkan di atas.

Ini daftar nama-nama pemagang di Warung Arsip sepanjang 2019: Sunardi, Ayu Putri Nabila, Muhammad Nuzul Adri, Kurnia Damar Pamungkas, Rangga Naviul Wafi, Fahrur Luthfie Ash-sidiq, Muhammad Thoriq ‘Aziz, Nadia Atma Rizki Syawali, Dwi Krismanto, Berryl Ilham, dan Monica Pujiastuti.

Nama-nama itu dikawal oleh sejumlah admin, terutama sekali dua nama ini: Raden Nurul dan Mahardeka Hutama. Saat Raden Nurul memungkasi tugasnya selama dua tahun di Warung Arsip, ia digantikan dua admin yang juga bagian dari proses magang Warung Arsip, yakni Sunardi dan M. Raafi. Itu. (Muhidin M. Dahlan)

Tambahan: Peta seluruh kliping/buku yang telah terpublikasikan bisa dilihat di tautan ini: DAFTAR KLIPING

Posted on

#TahukahKamu Mereka yang Magang Warung Arsip #2

Keenam sosok ini adalah mereka yang dengan cara mengeraskan tekad dengan segala cara mengikuti proses magang arsip dan dokumentasi selama 12 pekan di Warung Arsip. Satu pekan itu masuk tiga kali dengan durasi 1,5 jam. Lebih banyak praktik dan kolaborasi.

Kurikulum ada dengan kemampuan yang mesti dicapai. Ada empat kemampuan yang mesti dikuasai dalam 12 pekan itu. Dari ketahanan diri mendokumentasi hingga kecakapan menuliskan kenyataan yang ditimba dari dokumentasi yang sudah disimpan.

Kawan-kawan ini datang dengan beragam keinginan di kepala. Juga, sejumlah inisiasi kelak jika mereka tetap bertekun-tekun dengan praktik pendokumentasian di alam profesi mereka masing-masing.

Berryl Ilham. @cak_ber. Dia berasal dari Jember. Lulusan ITS Surabaya Jurusan Metalurgi. Walau dari Jember, sekolah menengahnya ditempuh di Gorontalo. 

Di kampung besar Fadel Muhammad ini ada sekolah yang menjadi cabang dari Serpong, Tangerang. Namanya Insan Cendekia. Dengan niat kuat, ia datang ke Yogya, menghidu energi kreatif kota ini di jalan pendokumentasian. Ketekunan di atas rata-rata ini kelak menjadi bekal Berryl untuk melanjutkan praktik pendokumentasian ini dengan lebih fokus. Ia memilih mendokumentasikan dunia industri dan ekonomi.

Dwi Krismanto. @dwikrismanto_

Tanah tumpah darahnya adalah Gunungkidul, DIY. Mencintai dunia olahraga sejak SMA, tetapi memilih dunia perpustakaan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai “ilmu profesi” kelak. 

Namun, olahraga tetap tak lepas dari kepalanya. Ia pun bertekad mendokumentasikan soal olahraga Gunungkidul. Toh, perpus dan dunia olahraga masih memiliki keterkaitan. 

Olahraga adalah subjek dari ilmu perpustakaan. Keilmuan itu dipergunakannya secara maksimum demi olahraga yang terus meringkuk di bawah alam sadarnya.

Nadia Atma Rizki Syawali. @Nadiaatma_

Pertama kali menghidu udara Yogyakarta, nona asal Lombok ini terkesiap dengan dunia sambal. Mahasiswa Ilmu Perpustakaan UIN Kalijaga ini mengisahkan sambal dengan penuh ketakjuban. Kita tunggu, bagaimana sambal dan teman-temannya di dapur menjadi sebuah ruang perpustakaan dan ilmu pengetahuan lewat praktik pendokumentasian yang bakal digarap Nadia.

Muhammad Thoriq ‘Aziz. @muhthoriqaziz. 

Berdarah Jawa dan Sumbawa, anak muda penggila naik gunung asal Surakarta ini menyerahkan dirinya secara paripurna kepada lingkungan. Di antara rekan-rekannya yang kuliah di Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga, kecintaan Thoriq pada kerja naik gunung di atas rata-rata. 

Frase lingkungan itu menjadi subjek yang bakal ia jadikan sebagai tema besar dalam praktik pendokumentasiannya di masa depan. Di kelas magang Warung Arsip, ia menjadi panglima pendaki di antara teman-temannya. 

Semangat, Thoriq!

Fahrur Luthfie Ash-Sidiq. @Fahrurashsidiq.

“Saya ingin Klaten punya informasi yang lengkap tentang kebudayaan,” ungkap Luthfi, pemuda asal Klaten ini. Walau tinggal di Klaten, sekolah hingga MAN ditempuhnya di Surakarta. Maklum, ia tinggal di perbatasan Klaten dan Surakarta.

Keputusan untuk kuliah di Ilmu Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga adalah pilihan sadarnya. Ia terinspirasi dari pustakawan di sekolahnya. Saat magang di Warung Arsip, ia mengajukan proposal sebagaimana kutipan paling atas. Luthfi ingin mendirikan pusat informasi budaya seantero Klaten. Ia ingin mencintai Klaten lewat praktik mendokumentasikan ekspresi budaya warga-warganya.

Kurnia Damar Pamungkas. @kurniadamar20. Mahasiswa FMIPA UNY ini dengan sadar datang mendaftarkan diri ke Kelas Magang Warung Arsip. Apa hubungan matematika dan arsip. Tanyakan saja kepada Damar. Yang jelas, ia bisa menyelesaikan seluruh fase kurikulum pendokumentasian; mulai dari praktik digitalisasi majalah-majalah lama, katalogisasi buku, pengisian pangkalan data buku, hingga penulisan esai. Dalam esai pendokumentasian,. Damar tertarik dengan film Dalai Lama. 

Seperti apa?

—-

Mentor Kelas Magang Arsip: Sunardi @soe_nar_die, Mahardeka Hutama @mahardekahutama, M. Raafi @raafi

Mentor Kelas Esai: Prima Hidayah @sesembahan

Pencatat: /Muhidin M. Dahlan/

Posted on

#TahukahKamu Mau Magang di Warung Arsip? Ini Ketentuannya

Peserta magang Warung Arsip di tahun 2018

 

Warung Arsip yang berada di bawah naungan Yayasan Indonesia Buku selalu membuka pintu bagi siapa saja belajar mendokumentasi. Selain terciptanya insan Pancasilais puluhan karat, serangkaian kemampuan dasar mesti dicapai setiap peserta dalam program ini dengan sekuensi waktu tertentu.

Jumlah

  • Peserta tidak ditentukan dari jumlah berapa orang. Satu orang boleh. Dua orang tidak apa-apa. Enam orang sekaligus lebih baik.
  • Kapan pun mendaftar selalu diterima. Dengan syarat, tidak sedang libur panjang nasional.

Persyaratan

  • Pemagang mahasiswa: memberikan surat pengantar dari kampus
  • Pemagang umum: mengisi surat pernyataan bermaterai
  • Mengisi formulir pendaftaran via Google Formulir (tautan: bit.ly/MagangWarungArsip)
  • Waktu magang minimal 8 pekan dan maksimal 12 pekan
  • Mengikuti penugasan sebagaimana yang disusun dalam “Kurikulum Magang”

Fasilitas

  • Mendapatkan sertifikat
  • Akses internet (wifi)
  • Mendapatkan rabat 15% khusus pembelian buku grup penerbit IBoeKoe
  • Mendapatkan arsip digital

Waktu

  • Masuk 3 kali per pekan (Selasa, Kamis, Sabtu atau Rabu, Jumat, Minggu)
  • Kegiatan magang dilaksanakan 5 jam per hari atau 15 jam dalam sepekan. Menyesuaikan waktu buka dan tutup Warung Arsip

Pencapaian

  • Mampu memahami proses kerja digitalisasi. Mulai dari pemakaian alat, identifikasi/metadata, dan penyimpanan.
  • Mampu mengelompokkan buku berdasar kategori khusus, memasukkan data, dan menyampul kulit buku.
  • Mampu mencari, menyusun, serta memasukkan kronik buku dalam pangkalan data daring yang tersedia.
  • Mampu menuliskan pandangan pribadi bersandar pada bahan-bahan arsip dan dokumentasi yang diperoleh selama magang.

Kontak

  • Surel: warungarsip23@gmail.com
  • Whatsapp: 0878 39137 459
  • IG: @warungarsip
  • Twitter: @warungarsip
  • FB: Warung Arsip
Posted on

#TahukahKamu Bukan Tiongkok, Bukan Jepang, tapi Singapura Menjadi Investor Terbesar Indonesia Saat Ini

Investor Singapura

 

Singapura ternyata masih menjadi investor terbesar bagi Indonesia. Rilis Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa Penanaman Investasi Asing (PMA) yang berasal dari Negeri Singa pada semester I 2017 mencapai US$ 3,66 miliar atau setara Rp 48,69 triliun. Angka ini setara 24 persen dari total investasi asing (Foreign Direct Investment/FDI) di Indonesia dan merupakan yang terbesar dibanding negara lainnya.

Di urutan kedua, Jepang dengan nilai investasi US$ 2,85 miliar dan di posisi ketiga Tiongkok senilai US$ 1,95 miliar. Dari 10 negara dengan investasi terbesar ke Indonesia, nilainya mencapai US$ 13,33 miliar atau 86 persen dari total investasi US$ 15,55 miliar setara Rp 206,9 triliun. Investasi asing ke Indonesia sepanjang paruh pertama tahun ini tumbuh 5,8 persen dibandingkan paruh pertama tahun sebelumnya.

Total investasi di Indonesia dalam enam bulan pertama 2017 mencapai Rp 678,8 triliun atau sekitar 49,6 persen dari target. Jumlah tersebut terdiri atas PMA Rp 429 triliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp 249,8 triliun.

Sumber arsip: katadata, 26 Juli 2017