Keterangan
Pada dekade 80-an, Afrizal Malna, Acep Zamzam Noor, Linus Suryadi AG, Cecep Syamsul Hari, Dorothea Rosa Herliany, dan para penyair lain meneruskan langkah para penyair yang lebih dulu menulis puisi dengan menyusun puitika dari setiap sumber yang mungkin. Hasilnya adalah lanskap perpuisian yang kaya tekstur dan warna.
Para penyair Kisah Nusantara mencoba meneruskan langkah mereka yang lebih dulu menapaki Jalan Puisi itu dengan “melihat ke dalam”. Sumber inspirasi digali dari kekayaan literer lokal dan diinterpretasi ulang ke dalam kesatuan bentuk-isi modern.
Tentu saja, sama sekali tidak ada tendensi untuk menggolongkan diri sebaagi “aliran” atau angkatan baru. Tidak. Karena, persoalan aliran dan angkatan tidak pernah menjadi duri bagi para penyair Kisah Nusantara. Itu adalah persoalan para kritikus. Para penyair hanya tahu mencipta dan gagap kalau diwajibkan menggolong-
golongkan.
Dengan buku ini penyair Kisah Nusantara hanya ingin menyatakan bahwa mereka akan meneruskan langkah para penyair yang telah lebih dulu menapaki Jalan Puisi.
———————
DAFTAR PUISI IBUMI
SUMATRA
Indrian Koto:
Rahim Darah ~ 2
Indrian Koto:
Toba: Sepenggal Kesunyian ~ 6
Ndika Mahrendra:
Bangsai Burung di Sulur Beringin Rimbun ~ 10
Ndika Mahrendra:
Sepasang Mempelai Berkabut ~ 14
Jusuf AN:
Fragmen Sebelah Mata Buta ~ 18
Ndika Mahrendra:
Runcing Bulu Ayam Memanjangkan Dendam ~ 22
Mujibur Rohman:
Epigraf Air Mat ~ 26
Indrian Koto:
Pleidoi Malin Kundang ~ 30
Indrian Koto:
Lelucon Pagi ~ 34
Mahwi Air Tawar:
Kembara ~ 38
Dwi Rahariyoso:
Stanza Sungai dan Riwayat Lunglai ~ 42
Iman Romanshah:
Khidir ~ 46
Ndika Mahrendra:
Klandestin Tentang Bui yang Dihuni Dingin ~ 50
Indrian Koto:
Runcing Nasib ~ 54
Ahmad Muhlish Amrin:
Burung Bersayap Kemarau ~ 58
Iggoy El Fitra:
Hikayat Pinang Masak ~ 62
JAWA
Ahmad Muhlish Amrin:
Kugali Tujuh Sumur di Lereng Jiwamu ~ 68
Iman Romanshah:
Aroma Gula di Musim Kemarau ~ 72
Iman Romanshah:
Panji Klaras ~ 76
Dian Hartati:
Samagaha Jatuh di Pangkuan ~ 80
Mahwi Air Tawar:
Purnama Raya ~ 84
Iman Romanshah:
Onomatope Doa ~ 88
Mahwi Air Tawar:
Anak Semak ~ 92
Jusuf AN:
Bungsu Rarang ~ 96
Indrian Koto:
Sajak Larangan ~ 100
Jusuf AN:
Biografi Jampang ~ 104
Iman Romanshah:
Tumbal Bala di Ruang Mantra ~ 112
Sri Handayaningsih:
Perempuan yang Menunggu ~ 116
Jusuf AN:
Hikayat Sri ~ 120
Jusuf AN:
Aku Tumbuh, Berbunga dan Gaaduh ~ 124
Moh Fahmi Amrulloh:
Tubuh Tanah ~ 128
Muchlis Zya Aufa:
Cinta, Selendang Cahaya, pada Sehabis Dusta Jaka Tarub ~ 132
Sri Handayaningsih:
Laki-Laki Naga di Telagu Kuwu ~ 136
Mahwi Air Tawar:
Cintraka ~ 140
Sri Handayaningsih:
Perempuan Rusa ~ 144
Indrian Koto:
Sengketa Mayapada ~ 148
Sri Handayaningsih:
Patung Kekasih ~ 152
Ahmad Muhlish Amrin:
Ingin Kudengar Tembang ~ 156
Retno Iswandari:
Malam Pembayun ~ 160
AN Ismanto:
Pengakuan Suto ~ 164
Ahmad Muhlish Amrin:
Daging Luka ~ 168
Mujibur Rohman:
Lelaki Cahaya ~ 172
Ahmad Muhlish Amrin:
Perempuan Bunting dan Udara Berpunggung Naga ~ 176
Komang Ira Puspitaningsih:
Tentang Nasib yang Kaku ~ 180
Mujibur Rohman:
Tengger, Laut yang Tak Selesai ~ 184
MADURA
Ahmad Muhlish Amrin:
Sebutir Rambut Angin Setangkup Bunga Taman ~ 190
BALI
Komang Ira Puspitaningsih:
Menjangan Jantan ~ 190
Komang Ira Puspitaningsih:
Sari Gading, Yajna Sepasang Nelayan ~ 200
Muchlis Zya Aufa:
Supraba yang Niscaya Maut Bayangmu Rupa untuk Wajahku ~ 204
Indrian Koto:
Karmapala ~ 208
Komang Ira Puspitaningsih:
Empat Burung dalam Dongeng Tidurmu ~ 212
NUSA TENGGARA
Mahwi Air Tawar:
Nisada ~ 218
Mahwi Air Tawar:
Pengalana Sunyi ~ 222
I Kadek Surya Kencana:
Thirtayatra ~ 226
Mahwi Air Tawar:
Selepas Mata ~ 230
Mujibur Rohman:
Bibano, Ikhtisar Perjalanan ~ 234
Indrian Koto:
Subuh, Seusai Aku Berkisah Padamu ~ 238
Iman Romanshah:
Catatan dari Pulau Seberang ~ 242
Ndika Mahrendra:
Negasi di Petilasan Suatu Pagi ~ 246
Ahmad Muhlish Amrin:
Selongsong Manggar Enau yang Tumbuh di Tepi Laut ~ 250
Indrian Koto:
Pelayaran Rahasia ~ 254
Ndika Mahrendra:
Di Laut, Kita Lupa Merangkum Kabut ~ 258
Muchlis Zya Aufa:
Tikus, Rusa-rusa dan Rumah yang Terbakar ~ 262
Muchlis Zya Aufa:
Bisikan Dewa dari Nyanyian 70 Orang Anak Kepada Sang Raja dan Permaisurinya ~ 266
Mahwi Air Tawar:
Sesetia Angin Tepati Janji pada Daun ~ 270
Mahwi Air Tawar:
Bilik Ine ~ 274
Ahmad Muhlish Amrin:
Lubang Landak ~ 278
Mahwi Air Tawar:
Bahasa Diam ~ 282
Komang Ira Puspitaningsih:
Perempuan Watu Tai ~ 286
PAPUA
Pinto Anugrah:
Mata Laut ~ 292
Indrian Koto:
Tubuh Perjanjian ~ 296
Indrian Koto:
Sirip Nasib ~ 300
Iman Romanshah:
Perempuan di Lubang Batu ~ 304
Jusuf AN:
Stanza Sebuah Pesta; Ketakutan ~ 308
MALUKU
Mujibur Rohman:
Sepasang Terompah, Dendan, dan Masa Depan Tobelo ~ 314
Jusuf AN:
Petaka Bermula Kata ~ 318
Muchlis Zya Aufa:
Beras Putih dan Beras Merah: Sebuah Hikayat dari Lembah Amsal yang Senyap ~ 322
SULAWESI
Ndika Mahrendra:
Lengkang Seruling di Spasi Senja yang Bening ~ 328
Mahwi Air Tawar:
Balairung ~ 332
Iman Romanshah:
Gerhana Bulan Menyiangi Luka Malam ~ 336
Muchlis Zya Aufa:
Menunggu Kuda Putih Aku Datang ke Kotamu ~ 340
Ndika Mahrendra:
Rubiat Dongeng Gelap ~ 334
Indrian Koto:
Dongeng Sepasang Kehilangan ~ 348
Indrian Koto:
Rumah yang Terbelah ~ 352
Komang Ira Puspitaningsih:
Di Hilir, Doaku Menjelma Gadis Mimpi ~ 356
Muchlis Zya Aufa:
Setelah Kutuk Aku Gelombang di Peluk Lautmu ~ 360
Komang Ira Puspitaningsih:
Gagak dan Siput ~ 364
Mahwi Air Tawar:
Biografi Lelaki Sunyi ~ 368
Mujibur Rohman:
Gadis Ketujuh dan Lelaki Dungu ~ 372
Muchlis Zya Aufa:
Dengan Mantra Laut Kau Sentuh Batu Muaraku ~ 376
Komang Ira Puspitaningsih:
Dendang Tomatiti, Lagu yang Menelusup Mimpi ~ 380
Muchlis Zya Aufa:
Narasi Pulau, Suatu Talaud yang Memukau ~ 384
Mujibur Rohman:
Aku dan Perempuan yang Terlunta ~ 388
Ahmad Muhlish Amrin:
Berdiri di Atas Keringat Batu ~ 392
KALIMANTAN
Jusuf AN:
Ritus Tanah ~ 398
Mujibur Rohman:
Sajak Cinta Simalakama ~ 402
Jusuf AN:
Rahasia Suara-suara ~ 408
Fina Sato:
Kelindan Sajak Andung ~ 410
Mujibur Rohman:
Dua Bocah Terakhir ~ 414
Ndika Mahrendra:
Sekuel Lirih Kampung Digenangi Sedih ~ 418
Tentang Penyair ~ 423