Keterangan
[NOTE: Daftar dan pesan. Abaikan harga apa pun. Kami kirimkan berkas ini via email]
“Aku bukan Nasionalis, bukan Katolik, bukan Sosialis. Aku bukan Budha, bukan Protestan, bukan Westernis. Aku bukan Komunis, Aku bukan Humanis, aku adalah semuanya.”
AHMAD WAHIB, 9 Oktober 1969 (1981: 46)
“Aku bukan Hatta, bukan Soekarno, bukan Syahrir, bukan Natsir, bukan Marx, dan bukan pula yang lain-lain. Bahkan… aku bukan Wahib. Aku adalah me-Wahib. Aku mencari dan terus menerus mencari, menuju dan menjadi Wahib.”
AHMAD WAHIB, 1 Desember 1969 (1981: 55)
“Kita jangan saling menafikan. Jangan saling menegasikan. Juga jangan saling menyalahkan. Biarlah setiap individu berdiri pada keyakinan dan kebenaran yang ia anut. Saya percaya kebenaran bisa datang dari berbagai penjuru. Saya meyakini bahwa setiap agama mengajarkan nilai-nilai kemanusian dan tujuannya memanusiakan manusia. Selama manusia berpegang pada hati nuraninya niscaya akan mencapai kebenaran.”
LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN, Menteri Agama (2015)
“Agama-agama di dunia, terutama Kristen, Islam, dan Katolik, mengidap penyakit ‘anak tunggal’. Si ‘Anak-anak tunggal’ ini dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang, jelasnya, tidak punya saudara-saudara kandung lain. Nah, ketika mereka sudah besar, dan masuk ke dalam lingkungan yang lebih luas, mereka kaget, ternyata mereka bukan anak tunggal. Ternyata mereka punya saudara-saudara lain yang selama ini tidak mereka kenal, karena mereka diajarkan bahwa merekalah yang memiliki supremasi kebenaran tertinggi, yang lain salah. Pemahaman inilah yang membuat mereka saling mencurigai, mencemooh, merusak, bahkan membunuhi satu sama lain.”
– EKA DHARMAPUTRA, Pendeta — via Lydia Agustina (2015: 39-40)
——————–
Daftar Isi
v Pengantar Penerbit
vii Sambutan Menteri Agama
Lukman Hakim Saifuddin
ix Pengantar Editor
Sebab Ahmad Wahib Sendiri adalah Sebuah
ESAI-ESAI AHMAD WAHIB AWARD
3 Na’imatur Rofiqoh
Pergolakan Asmara dalam Sengketa
Keberagama(a)n
31 Lydia Agustina
Garam dan Terang Toleransi
63 Naufil Istikhari Kr
Jalan Menikung Toleransi: Pemikiran Wahib untuk Tanah Kelahirannya Sendiri
89 Nissa Rengganis
Pergulatan Ahmad Wahib sebagai Pemberontakan Seorang Seniman
113 Prima Sulistya Wardhani
“Jogja Istimewa”, Wahib dan Mitos-mitos yang Tak Terbuktikan
131 Muhammad Arif
Pluralisme Kematian (Revisi) Subjek Ahmad Wahib: Analisis dan Aktualisasi
153 Nicholaus Prasetya
Ketika “Yang Lain” Menjadi Subjek
171 Fariz Panghegar
Menghidupkan Akal untuk Mendekati Kebenaran
191 Siti Nurul Hidayah
Raport Merah Toleransi: Membaca Ahmad Wahib Sekali Lagi
215 Rujukan
221 Biografi Penulis