Keterangan
Lalu apa yang membatasi kapasitas perekonomian Indonesia untuk tumbuh, khususnya pada 1997? Kalau kita menengok pengalaman Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura, selama 1970-an dan 1980-an, ternyata pertumbuhan ekonomi negara itu bisa mencapai double-digit tanpa mengalami overheating. Kenapa Indonesia tak bisa? Dari berbagai studi terkuak bahwa pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah dan panjang itu pada dasarnya dipengaruhi dua hal. Dari dalam negeri, ia dipengaruhi peningkatan produktivitas, dan dari luar negeri, ia didorong kinerja ekspor yang baik. Bila kinerja ekspor tak meningkat, maka sepenuhnya pertumbuhan ekonomi hanya dipengaruhi oleh peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas ini berasal dari kenaikan produktivitas pekerja dan juga intensitas pemakaian teknologi baru dalam berproduksi.
Ketika arah gerak perekonomian menyimpang dari tren peningkatan produktivitas, pemerintah turun tangan menggiringnya kembali ke tren itu. Ini persisnya dialami Indonesia dalam satu dekade terakhir. Kinerja pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 1995, yang 8,21%, agaknya sudah sedikit lebih tinggi dari trend pertumbuhan produktivitas tadi, sementara pertumbuhan ekspor tak mengalami kenaikan, bahkan turun. Maka tak ayal, pada 1996 pemerintah kembali melantunkan irama prudential policy yang merupakan kebijaksanaan pengereman perekonomian. Perusahaan yang tak turut berdendang dengan irama tersebut otomatis mendapatkan kesulitan serius. Jadi kalau infrastruktur dan faktor sumber daya manusia masih belum mendukung sekali, jangan harap produktivitas dan angka pertumbuhan ekonomi bisa melesat jauh. Tanpa peningkatan berarti pada dua hal tersebut, hanya ekspor harapan satu-satunya.
CATATAN: Jika Anda sulit untuk masuk di warungarsip.co, silakan hubungi jalur cepat Gudang Warung Arsip via SMS/Whatsapp ~ 0878-3913-7459 (Pesan Cepat)