Keterangan
Buku ini adalah buku jilid pertama dari 21 jilid. Dihadirkan dalam kerangka untuk melihat Indonesia dalam perjalanannya yang sudah seratus tahun pada kalender 2008. Tersedia dalam LIMITED EDITION (Harcover)
Dan yang lebih jauh adalah bagaimana manusia-manusia itu memahat kesadaran kolektifnya sebagai bangsa dan merumuskan tujuannya sebagai negara. Terutama sekali jejak lahirnya tokoh, organisasi pergerakan, pers, partai politik, pertumbuhan kota, intensitas pencarian bahasa, religiusitas, dan toleransi sosial.
Gugus yang dituju dari semua proses penulisan Kronik Kebangkitan Indonesia ini adalah merentangkan kembali ingatan perihal Indonesia dari perspektif yang lebih segar, optimistik, serta futuristik dari puluhan penulis muda Indonesia di bawah usia 25 tahun. Keseluruhan bilangan penulis itu bahu-membahu membuka kembali arsip dan rekaman-rekaman tertulis yang pernah dicatatkan oleh masa silam yang sekiranya bisa menyumbang dan sekaligus mengikat ingatan tentang manusia-manusia Indonesia dalam mengorganisasi kehidupannya dari hari ke hari, dari tanggal 1 hingga 30, dari Januari hingga Desember, dari 1908 hingga 2008, selama seabad.
Dari peristiwa besar hingga peristiwa yang sangat remeh. Dari hadirnya organ Boedi Oetomo, Sarekat Dagang Islamijah, Moehammadijah, Indische Partij, wabah pes dan kolera, hingga kematian kematian seorang ibu dalam hutan akibat pendarahan persalinan lantaran buruknya pelayanan kesehatan pemerintah Hindia. Dari kisah tokoh masyhur hingga manusia-manusia yang tak pernah disebut dalam risalah besar Indonesia karena kehadiran mereka dianggap takubahnya seupil noktah yang tak berarti walau sudah sekuat-kuat menyumbang asa, keringat, dan darahnya untuk tegaknya Indonesia.
* * *
1908: Tahun ini adalah titik tolak yang disadari secara kolektif sebagai awal dari munculnya rasa bersama sebagai sebuah bangsa, walau dalam tatarannya yang sangat kabur dan terkonsentrasi di beberapa kota besar di Jawa saja. Kita tak ingin masuk dalam gugus polemik yang mengatakan bahwa Boedi Oetomo lebih berbasis komunalitas belaka ketimbang mencakup kesadaran berbangsa secara keseluruhan persis seperti kita alami sekarang. Namun perlu diingat, Boedi Oetomo adalah organ yang secara modern coba dicetuskan untuk menandai faset bahwa kalangan terpelajar ikut bagian kereta sejarah mengentaskan kualitas hidup Pribumi lewat jalan pendidikan dan pengajaran. Karena itu, tahun ini bisa dicatat sebagai tahun perintisan pergerakan nasi onal yang lahir dengan corak kedaerahan dan komunalitas yang kemudian bermuara pada pembibitan kesadaran berbangsa di tahun-tahun selanjutnya. Namun isu yang muncul di tahun 1908 bukan hanya sekadar isu politik dan pergerakan, namun juga merentang hingga ke isu pembangkangan sosial (Perang Aceh dan Puputan Bali), ekonomi, catatan pergantian pejabat pemerintah an dari kota ke kota.
1909: Tahun ini untuk pertama kalinya embrio pergerakan Islam muncul, yakni Sarekat Dagang Islamijah (SDI). Adalah Tirto Adhi Soerjo yang membidani lahirnya SDI di Buitenzorg (Bogor). Di tengah-tengah pergulatan Tirto Adhi Soerjo menjejakkan langkahnya di alam pergerakan Indonesia, kabar dari lingkungan kraton-sultan atau sunan, para bendara dan para pangeran pun santer diwartakan. Misalnya kabar tentang pernikahan anak sultan, perkunjungan-perkunjungan sultan atau sunan, kematian. Di samping, kabar-kabar seperti di atas, dalam ranah pers suratkabar-suratkabar baru banyak dilahirkan.
1910: Yang patut dicatat pada tahun ini ialah ijtihad dilakukan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Untuk kali pertama kiai pendiri Muhammadiyah itu membetulkan arah kiblat memakai ilmu Falak (ilmu perbintangan), 22 derajat agak ke utara. Selain itu, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda banyak melakukan pengangkatan dan pelepasan pegawai-pegawainya. Di awal-awal tahun penyakit kolera mengganas menyerang warga Bumiputera atau Eropa tanpa ampun. Langkah darurat mengantisipasi serangan penyakit itu pemerintah melakukan penyuntikan massal. Mendekat akhir tahun ini, sudah sebanyak 2.434 bangsa Eropa dan 1.145 Bumi putera di Betawi yang disuntik vaksin kolera. Perlawanan orang-orang Bumiputera terhadap pemerintah, banyak juga menghiasi perjalanan tahun ini. Salahsatunya di Nias, tiga perlawanan meletus.
1911: Tahun ini secara de facto Belanda berhasil memenangkan Perang Aceh yang telah berlangsung selama 4 generasi. Tahun ini juga ditandai lahirnya banyak peraturan, mulai dari aturan berorganisasi hingga aturan pajak sabung ayam. Di tahun yang sama Belanda dan Portugis saling menyerang, memperebutkan perbatasan Ti mor. Belanda banyak mengirim serdadunya ke Timor untuk melawan serdadu Portugis. Dalam ranah kehidupan sosial kemasyarakatan, penyakit pes makin merajalela. Saban hari di setiap kota—terbanyak di kota Malang, orang-orang meninggal dijangkiti penyakit ini. Tidak hanya pes, wabah kolera juga mendera setiap kota Hindia Belanda. Kabar banjir bengawan Solo yang menghantam banyak kota di sekitarnya juga ramai terwarta. Tahun ini, buku yang berisi surat-surat R.A. Kartini berjudul Door Duis ternis tot Licht terbit untuk pertama kalinya.
1912: Indische Partij muncul yang dalam beberapa hal disebabkan oleh akumulasi ketakpuasan atas Boedi Oetomo yang kian jauh dikendalikan oleh angkatan-angkatan tua. Di tahun ini pula, Sarekat Dagang Islamijah bermetamorfosis menjadi Sarekat Islam di bawah kendali HOS Tjokroaminoto. Adapun KH Ahmad Dahlan mendirikan perserikatan Muhammadiyah di Jogjakarta. Di tengah santernya isu pergerakan, pertemuan-pertemuan umum, masyarakat Jawa disandera habis-habisan oleh wabah pes yang membikin pemerintah lintang pukang dibuatnya. Nyaris setiap hari isu pes menjadi “santapan ruhani” paling memilukan di jantung kehidupan masyarakat, khususnya di pulau Jawa. Dan di tahun ini pula salah satu kerusuhan rasial meledak di Surakarta antara pedagang batik Muslim berhadapan dengan komunitas pedagang Tionghoa. Kerusuhan serupa merembet ke Surabaya, Bangil, Cirebon, dan Batavia.