Akreditasi: Mengukur Nilai di Satu Atap (GATRA_No. 07, 04 Januari 1997)

Rp 3.000,00

Penulis: Joko Syahban dan Tuti Herawati
Media: GATRA_No. 07
Tahun: 1997
Halaman: 106-107
Ukuran: 4. 0 MB

Versi Produksi: Digital/PDF
Lokasi Stok: Gudang Warsip

Stok 25

Keterangan

Ada tiga hal yang dinilai: mutu, relevansi, dan efisiensi. Mutu menempati bobot tertinggi, 50%. Yang dinilai, misalnya, ruang kuliah, laboratorium, dan kualitas dosen. Dalam relevansi, yang dilihat di antaranya apakah lulusannya gampang mencari pekerjaan, di mana saja mereka selama ini bekerja, dan kegiatannya di masyarakat. Bobot komponen ini 25%. Efisiensi juga punya bobot 25%. Yang disimak, misalnya, berapa mahasiswa yang kandas tiap tahun, serta berapa rasio antara jumlah lulusan dan yang masuk tiap tahun.

Hasil akhirnya berupa empat peringkat program studi. Yang menggaet skor 601-700 diberi nilai A, artinya kualitasnya jempolan. Kalau yang diraih 501-600, statusnya B alias baik. Kalau angkanya 401-500, peringkatnya C alias cukup. Yang paling buruk bila nilainya dibawah 400. Perguruan tinggi itu dinyatakan tak lulus. Badan Akreditasi Nasional akan menyarankan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) agar perguruan tinggi yang gagal ujian itu digabung dengan perguruan lain, atau dilarang mengadakan ujian sendiri. Sebetulnya bisa saja Badan Akreditasi Nasional mengeluarkan rekomendasi agar program studi yang tak layak itu ditutup. Namun pada tahap awal ini, usul galak semacam itu belum dikeluarkan. “Kami akan menekankan sifat pembinaan dulu,” kata Sukadji.

 

CATATAN: Jika Anda sulit untuk masuk di warungarsip.co, silakan hubungi jalur cepat Gudang Warung Arsip via SMS/Whatsapp ~ 0878-3913-7459 (Pesan Cepat)