Posted on

#TahukahKamu Lahirnya Rambu “Kiri Boleh Langsung”

Di suatu masa, yakni di tahun 1995, rambu-rambu seperti ini jamak ditemui di perempatan jalan besar: “Kiri Boleh Langsung” atau “Kiri Jalan Terus”.
Lahirnya rambu ini disebabkan kemacetan panjang karena ada kendaraan berhenti di mana mestinya jalan saja. Terutama, itu tadi, arus kendaraan yang belok kiri.
Padahal, sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 43/1993 pasal 59 ayat (3). Prinsip PP itu adalah kalau tidak ada rambu-rambu yang melarang belok ke kiri, langsung saja pengendara belok ke kiri tanpa mesti menunggu lampu merah berubah hijau.

Rupanya, PP ini kurang berjalan baik. Mungkin, karena takut kena tilang, banyak pengendara yang hendak belok kiri ‘patuh’ saja untuk berhenti tatkala lampu merah.

Nah, karena ‘kepatuhan’ rakyat pengguna jalan raya itulah pihak berwewenang mengeluarkan plakat baru di bawah lampu merah di sebelah kiri. Ya, plakat itu tadi, “Belok Kiri Jalan Terus”.

Ya, namanya saja, rakyat, kerap aturan mulia itu ‘dipelesetkan’ menjadi sesuatu yang politis. Tatkala arus gerakan mahasiswa dituding ‘kiri’ oleh pemerintah pada 1996, yang terlempar ‘batu sindiran’ pertama adalah rambu di perempatan itu.

Supaya tak menimbulkan syak-wasangka polisi memberikan ‘lampu hijau’ kepada gerakan ‘kiri’, rambu “Belok Kiri Jalan Terus” itu pun dicopot.

Tidak semua, sih. Masih ada yang tetap dipertahankan dan tidak ikut-ikutan berubah menjadi “Belok Kiri Ikuti Lampu APILL”.

“Belok Kiri Boleh Langsung”. Jawa Pos, 29 September 1995, hlm. 2.